Advertisement
Kita sering dibuat terkesima lalu terkecoh ketika sebuah power-amplifier dinyatakan dalam bilangan ‘Watt’ yang begitu besar, padahal daya dari power-supply nya saja tidak sebesar itu. Sedangkan power-amplifier yang dikemukakan bekerja dalam kelas AB yang efisiensinya hanya sekitar 60% dari konsumsi daya keseluruhan yang ditariknya dari power-supply.
Di antara bilangan-bilangan daya yang sangat besar dan membingungkan itu satu di antaranya adalah ‘daya PMPO‘. Tentang ini telah dipaparkan sebelumnya dalam : PMPO, satuan daya abal-abal .
Namun bukan itu saja. Sebagian orang ada yang gemar mengecoh publik dengan mencantumkan bilangan daya besar-besar meskipun tidak menggunakan satuan PMPO.
Ulasan ini mudah-mudahan dapat menjelaskan tentang daya output power-amplifier yang sebenarnya meskipun (mungkin) tidak terlalu mendetil.
Hubungan daya output dengan tegangan suplai.
Sebelum dilanjut, perlu dikemukakan tentang beberapa asumsi yang seharusnya dipegang terlebih dahulu di dalam ulasan ini, yaitu :
1.Tegangan suplai (V+ atau V-) besarnya tetap, tidak berubah meskipun ditarik arus oleh rangkaian amplifier secara maksimum. Anggap saja tegangan suplainya berasal dari power-supply yang telah diregulasi.
2.Beban speaker dipandang sebagai beban resitif murni (seolah sebuah resistor) yang mengkesampingkan faktor reaktansi induksi spoel terhadap frekwensi-frekwensi tertentu atau efek konstruksi khusus pada speaker.
Sekarang, perhatikanlah gambar berikut :
Gambar memperlihatkan bagian akhir power-amplifier dengan tegangan suplai (hanya contoh) +35V dan -35V.
Ketika power-amplifier mengeluarkan puncak daya maksimal, sebenarnya kedua transistor-akhir sedang menghantarkan tegangan suplai secara bergantian (V+ dan V-) ke titik X, yaitu titik tengah power-amplifier. Linieritas kedua transistor akhir menghantarkan tegangan suplai sesuai dengan bentuk sinyal yang mengemudikan basisnya, dalam hal ini berbentuk ‘sinus‘.
Puncak tegangan sinus ini (bagian ujungnya) praktis ada setinggi V+ dan V-, atau setinggi +35V dan -35V terhadap ground. Ini terjadi pada setiap satu siklus putaran sinyal.
Manakala titik X dihubungkan dengan sebuah speaker (ke ground), maka pada speaker terbit tegangan-tegangan puncak setinggi itu pula. Ketika sinyal sedang ke arah positif, pada speaker akan terdapat tegangan puncak sinus setinggi +35V. Apabila impedansi speaker adalah 8Ω, kita tentu akan tahu berapakah arus yang mengalir pada speaker itu. Dan apabila telah diketahui besar tegangan dan arusnya, tentu kita mudah mengetahui berapakah besar daya sinyal yang dilimpahkan ke speaker. Dalam hal ini :
P = V x I
P adalah (disipasi) daya dalam Watt, V adalah tegangan dalam Volt, dan I adalah arus dalam Ampere. Dengan adanya nilai R (resistansi beban dalam Ohm) dapat pula ditulis :
P = I².R
Atau
P = V² / R.
Sekilas tampaklah bahwa daya yang dihasilkan sangat terkait dengan besarnya tegangan suplai. Level tegangan sinyal yang dihantarkan ke speaker tidak akan pernah melebihi tinggi tegangan suplai. Tidak akan mungkin daya yang dihasilkan adalah hasil perkalian dari arus dan tegangan yang lebih tinggi dari tegangan suplainya itu sendiri.
Jadi, tegangan suplai merupakan ‘limit’ tertinggi dari tegangan sinyal yang dihasilkan.
Daya audio dalam Watt r.m.s.
Perhitungan yang telah dikemukakan di atas sebenarnya hanya akurat untuk tegangan DC. Untuk tegangan AC (terlebih tegangan AC sinus), perhitungan daya akan akurat jika menggunakan hitungan ‘r.m.s.‘ (root mean square) karena tegangan AC adalah tegangan yang dinamis, tidak stagnan sebagaimana tegangan DC. Power-amplifier audio adalah perangkat yang bekerja menguatkan tegangan-tegangan AC sinus, karena itu term yang dipakai untuk perhitungan dayanya haruslah menggunakan r.m.s.
Satuan daya Watt r.m.s. kini telah menjadi standar praktek pengujian daya manufaktur internasional. Daya, dalam hal ini adalah seberapa besar energi terukur yang telah dikeluarkan sebuah perangkat dalam satuan unit waktu.
Pengujian dilakukan dengan memberikan input sinyal ac sinus pada level tetap di jalur frekwensi audio tertentu (biasanya pada frekwensi tengah audio, yaitu 1 kHz).
P (dalam r.m.s.) = V r.m.s. x I r.m.s.
Di mana :
V r.m.s = Vp / 1,414
I r.m.s. = Ip / 1,414.
Dengan adanya nilai R, dapat pula ditulis :
P = V r.m.s.² / R
atau
P = I r.m.s.² x R.
VP adalah tegangan puncak sinyal dan Ip adalah arus puncak sinyal.
Angka 1,414 adalah √2, khusus untuk tegangan AC sinus. Jika bentuk sinyal sudah tidak AC sinus lagi (misalnya karena telah terjadi pemangkasan/clipping) maka angka ini akan cenderung berubah.
Dari contoh gambar di atas puncak tegangan sinyal Vp = 35V, maka V r.m.s. = 35 / 1,414 = 24,752V.
Resistansi beban R (speaker) = 8Ω, maka :
I r.m.s. = 24,752 / 8 = 3,094A
Daya P = 24,752 x 3,094 = 76,582W r.m.s.
Tampaklah bahwa sebuah power-amplifier dengan tegangan suplai 2x35V secara hitungan hanya menghasilkan 76,582W r.m.s.
Daya ini adalah daya r.m.s. dengan tegangan sinus sinyal yang relatif masih murni, tidak terjadi pemangkasan (clipping) oleh adanya pengemudian lebih (over-drive). Daya ini hanya tercapai sesaat, yaitu ketika ujung puncak tegangan maksimal (Vp) telah menyentuh level V+.
Lantas apakah daya 76,582W r.m.s. ini sudah merupakan daya output aktual yang sebenarnya?
Sebetulnya tidak juga.
Dalam prakteknya, ketika transistor-transistor daya bekerja menghantarkan arus puncak maksimal (Ip), antara kolektor-emitornya terdapat tegangan kerja antara 0,6-2V. Tegangan kolektor-emitor ini akan mengambil porsi tersendiri sehingga tegangan V+ yang dihantarkan ke titik X akan terkurangi sekitar 0,6-2V.
Selain itu resistor terpasang di emitor (kadang di kolektor) transistor daya juga mengambil porsi tegangan. Resistor-resisstor ini memang sengaja dipasang sebagai limitasi untuk menjaga kestabilan kerja transistor-transistor daya ketika mengalirkan arus besar.
Hal lainnya adalah keberadaan apa yang disebut ‘dumping-factor’.
Dumping-factor bisa berupa resistansi internal pada sirkit power-amplifier yang mengambil tarikan arus sinyal tersendiri. Meskipun kecil saja, tetapi dumping-factor ini tetap ada. Di beberapa rancangan tertentu dumping-factor tidak dapat diabaikan begitu saja.
Alhasil, daya 76,582W r.m.s hasil perhitungan di atas sudah harus terkurangi lagi oleh hal-hal yang tersebut itu. Jadi, dalam prakteknya daya ‘real’ yang dilimpahkan ke beban (speaker) mestilah lebih kecil dari hasil perhitungan itu.
Namun di luar itu semua, tidak terlalu salah (meskipun bukan yang paling tepat) jika bilangan daya sebuah power-amplifier kembali dirujuk kepada hasil perhitungan r.m.s. di atas dengan mengabaikan faktor-faktor yang bisa menguranginya. Toh, hitungan itu untuk sinyal sinus yang boleh dikatakan bebas cacat/distorsi atau tanpa clipping. Kalaupun ada distorsi maka angkanya mungkin masih sangat kecil, masih di bawah 1% .
Tegangan efektif power-supply dan daya aktual dalam r.m.s.
Power-supply standar yang melibatkan trafo, dioda-dioda penyearah dan kondensator perata mempunyai tegangan maksimal 1,414 kali dari tegangan AC sekunder trafonya.
Sebagai contoh jika tegangan AC dari sekunder trafo adalah 25V-CT-25V atau sering ditulis 2x25V maka tegangan DC maksimal (setelah disearahkan dan diratakan oleh kondensator perata) adalah +35V dan -35V. Tentang ini telah dijelaskan lengkap di : Tentang power-supply dengan trafo dan dioda penyearah (7) .
Tetapi ketika power-supply dibebani penarikan arus maksimal (sebagaimana kemampuan maksimal trafonya) maka tegangan efektifnya akan kembali ke 25V, yaitu +25V dan -25V.
Karena itu perhitungan daya praktis yang lebih ‘fair’ adalah jika angka tegangan yang dimasukkan ke dalam perhitungan adalah angka tegangan efektif power-supply, bukan angka tegangan maksimalnya.
Adapun contoh yang diberikan di awal tulisan di atas adalah dengan pengasumsian terlebih dahulu bahwa tegangan suplai adalah tegangan stabil, meskipun ditarik arus maksimal.
Ini beda.
Contoh : Sebuah power-amplifier OCL kelas AB disuplai dengan power-supply yang menggunakan trafo 25V-CT-25V.
Berapakah kemungkinan daya keluaran ‘real’nya pada beban speaker 8Ω?
Tegangan efektif power-supply = +25V dan -25V.
Pertama, tegangan puncak efektif (di sini diangap sebagai Vp) dijadikan r.m.s terlebih dahulu.
V r.m.s. = Vp / 1,414
= 25 / 1,414 = 17,68V r.m.s.
Setelah itu dihitung powernya.
P = V r.m.s.² / R
= 17,68² / 8 = 39,07W r.m.s.
Jadi, power-amplifier dengan power-supply yang menggunakan trafo 25V-CT-25V daya keluaran ‘real’nya adalah 39,07W r.m.s. pada beban speaker 8Ω. Jika ingin dibulatkan ke atas bisa saja disebutkan 40W r.m.s dengan konsekwensi cacat/distorsi pada level tertentu sudah termasuk di dalamnya.
Tentang seberapa besar tepatnya distorsi yang dihasilkan pada daya sebesar itu, tidak bisa tidak, harus dilakukan pengujian yang melibatkan spectrum-analyzer.
Dari hasil pengujian secara langsung akan diketahui secara pasti tentang prosentase distorsi dan bilangan daya yang mampu dihasilkan sebuah power-amplifier. Mungkin saja kemampuan daya power-amplifier yang diuji ternyata SEDIKIT berbeda dengan hasil hitungan dasar seperti yang dikemukkan di atas.
Level daya yang dicantumkan biasanya memang terkait erat dengan level distorsi. Semakin besar rating daya yang dicantumkan tentulah dalam level distorsi yang lebih besar pula. Ini perlu dicatat.
Namun hasilnya tetap tidak akan jauh lebih besar dari hasil perhitungan dasar.
Di sisi lain, rancangan sebuah power-amplifier seringkali mempunyai ke-khasan tersendiri. Kadang ada rancangan yang dapat meminimalisir kerugian-kerugian, tapi kadang ada juga rancangan yang tidak menghiraukan kerugian-kerugian karena fokus kepada hal lain seperti respon frekwensi audio yang datar atau kwalitas sinyal audio yang dihasilkan.
Terlepas dari itu semua, hitungan dasar tentang daya r.m.s. power-amplifier menjadi pandangan yang sangat penting. Sekali lagi dikatakan, tidak mungkin daya keluaran sebuah power-amplifier (OTL atau OCL) adalah hasil perkalian arus dengan tegangan yang lebih tinggi dari tegangan suplainya.
Jika ada (misalnya) sebuah power-amplifier OCL yang disuplai dengan power-supply yang menggunakan trafo 25V-CT-25V dinyatakan mempunyai daya output 400W pada beban 8 atau 4Ω, maka dapat dipastikan ini hanya rekayasa belaka.
Itu daya hoax.
Beberapa contoh data spesifikasi amplifier terkenal.
Berikut ini diberikan contoh data spesifikasi daya dari beberapa amplifier merek terkenal. Data-data ini merupakan bagian dari hasil pengujian ‘real’ power dari sekian rentetan pengujian. Data-data ini diambil dari User-Manual amplifier-amplifier yang bersangkutan pada pengujian dengan frekwensi 1kHz.
Cobalah perhatikan tegangan dari trafo daya yang digunakan.
Adakah yang menyimpang?
Silakan komentar sesuai topik dan sertakan ID yang jelas dengan tidak menyertakan live-link atau spam.